Gerhana Kembar


Penulis : Clara NG
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2007
Jumlah Halaman: 358 halaman

Andai saja aku punya jawaban agar setiap manusia agar dapat saling mengerti dan menghormati satu sama lain. Yang aku punya hanyalah sekelumit kisah yang berawal dari kegelisahan. Fiksi adalah medium yang terbaik untuk melihat dunia dengan cara pandang yang berbeda—Clara NG

Suatu ketika Lendy, editor buku yang bekerja pada perusahaan penerbitan, menemukan naskah tua dan potongan-potongan surat di dalam lemari baju neneknya. Sang nenek ketika itu sedang dalam keadaan sekarat di rumah sakit. Lendy pun yakin, kisah dalam naskah itu adalah kisah nyata perjalanan cinta sang nenek.

Naskah tua dan potongan-potongan surat itu seolah membawa Lendy masuk ke dalam kehidupan masa lalu neneknya yang selama ini tersimpan rapat dan tidak dia ketahui. Nenek yang dikenal lembut, baik, dan penyabar ternyata memiliki kisah cinta yang terlarang yang selama ini selalu dianggap sebagai sebuah dosa.

Buku ini mengisahkan perjalanan cinta yang melibatkan dua orang perempuan. Topik yang sensitif, dan jarang disentuh oleh para penulis Indonesia.

Penulis mencoba menyajikan kisah cinta homoseksual—lesbi—yang selalu dianggap sebagai sebuah dosa, tanpa menghakimi kisah cinta kaum minoritas ini.

Selama ini kaum homoseksual dianggap sebagai sampah masyarakat. Kisah cintanya tidak diakui dan cenderung dihakimi sebagai cinta yang terlarang. Penulis melihat dari sudut pandang yang berbeda dan menjadikan novel ini sebuah cermin terhadap realita yang ada. Cinta bukan hanya milik sepasang perempuan dan laki-laki.

Cerita ini pun mendapatkan respon yang cukup baik meskipun memiliki topik yang sensitif. Cerita ini pernah dimuat bersambung di harian kompas, Oktober 2007-Januari 2008, sebelum akhirnya dibukukan.

Dari buku ini, kita bisa melihat kisah homoseksual dari sudut pandang yang berbeda, tanpa mencela dan tanpa menghakimi.
Read more...

Still waiting n waiting

Gedung itu dipenuhi oleh orang-orang masa lalu Adisty. Adisty harus mencermati dengan seksama orang-orang di sekelilingnya, boleh jadi dia masih mengenal salah satu dari mereka atau malah dia yang dikenali.

“Adisty” Seseorang menyentuh bahunya.
Deg. Jantung Adisty berdetak kencang. Dia masih kenal suara itu meskipun sudah sangat lama sekali tidak mendengarnya. Dia pun menoleh ke arah pria tersebut.

“Masih inget gw nggak?” tanya pria itu.
Adisty masih terdiam. Kaget melihat sosok pria di depannya.

“Masa lupa sih Ty?” Pria itu semakin mendesak Adisty untuk mengingatnya.

“Ehmm.. maaf banget… tapi gw lupa nama lo, kita dulu pernah sekelas kayanya deh.” Bohongnya.

Mana mungkin Adisty bisa lupa namanya. Bimo, orang yang selama ini membuat dia tidak membiarkan orang lain masuk ke dalam hidupnya. Itu dilakukannya hanya untuk membuat Bimo terlihat tidak spesial untuk Adisty.

“Bimo, Baru juga beberapa tahun kita nggak ketemu lo udah lupa sama gw, 7 tahun yah kita nggak ketemu?” Bimo memperlihatkan senyumannya.

“Iya, kayanya udah 7 tahun. Maaf yah Mo… daya ingat gw soal nama kurang bagus. Lo juga sih ngilang, yang lain masih suka pada kumpul-kumpul meskipun jarang banget. Kita terakhir kumpul di Plaza Senayan beberapa bulan yang lalu. Ada Lala, Desi, Dito, Wawan, Dimo, Yuli aja rela dateng dari Sulawesi buat kumpul sama kita. Lo kok nggak dateng?” Adisty berusaha memnuhi rasa penasarannya kemana saja Bimo menghilang selama ini.

“Masa? Gw nggak tau tuh ada kumpul. Lagi banyak kerjaan juga kemarin-kemarin. Maklum… kerja di media diburu rating, jadi harus puter otak bikin program-program yang laku. Ngomong-ngomong lo sekarang kerja dimana?” Bimo

“Gw sekarang ngurusin Wedding Organaizer bareng temen-temen. Masih kecil-kecilan sih tapi, ordernya lumayan.”

Obrolan demi obrolan mengalir dengan lancar. Adisty dan Bimo pun dekat seperti dulu. Seperi tidak ada jarak rasanya. Padahal sudah 7 tahun waktu memisahkan mereka. Adisty masih menaruh harapan seperti dulu. Bimo terlihat begitu menikmati percakapan mereka. Percakapan mereka mengingatkan Adisty pada masa-masa, dia dan Bimo begitu dekat, meskipun hanya sebatas teman.

“Heh.. Kalian disini,” suara Lala mengagetkan mereka berdua.

“Lo dari tadi kemana aja sih.. Gw cariin juga, gw kan sendiri” Adisty menampakkan wajahnya yang kesal melihat Lala yang sejak awal hilang bersama Dito.

“Yaelah… Adisty..Adisty… Lo kan dari tadi bareng gw. Gw dianggap apa? Nggak suka bareng gw?” Bimo memasang muka sok marah.

Adisty hanya tersenyum. “Yaampun Mo. Gw mah nganggap lo spesial banget kaliiii… lo aja yang nggak ngerti-ngerti dari dulu” rutuk Adisty dalam hati, tak berani mengatakannya secara langsung.

Adisty, Bimo, Lala dan beberapa teman lain pun berbincang-bincang, mengingat-ngingat masa lalu mereka. Sesekali menertawakan kebodohan mereka ketika muda. Disela-sela obrolan itu, Adisty tak henti memandang Bimo. Sesekali mata mereka bertemu, Adisty hanya mengunggingkan senyuman yang dibalas senyuman oleh Bimo.

Lama kelamaan teman mereka pergi satu per satu. Tinggallah Adisty dan Bimo. Tiba-tiba datang keiinginan kuat Adisty untuk mengatakan sesuatu.

“Mo, gw pengen cerita, tapi lo nggak boleh ketawa dan berkomentar macem-macem” Adisty akhirnya memberanikan diri untuk mulai menyampaikan hal yang selama ini tertunda.

“Apaan? Pasti sesuatu yang aneh ya? Ampe lo nggak bolehin gw ketawa” Bimo tersenyum menanggapi permintaan Adisty.

“Beneran Mo, kalo nggak mau janji, mendingan gw nggak usah cerita.” Adisty merengek sekalligus mengancam.

“Iya-iya, emang mau cerita apa sih Ty?” Bimo kembali tersenyum.

“Gini Mo…” Adisty mulai terbata-bata. “Sebenernya……”

“Sebenernya apa?” Bimo mulai tidak sabar

“Sebenernya… Dulu… Ini dulu loh… Beneran ini dulu…” Adisty berbicara semakin tidak jelas

“Iya, dulu……” Bimo terlihat sabar mendengarkan.

“Dulu… gw suka sama lo Mo…” Akhirnya kata-kata itu meluncur dari bbibirnya. Adisty sebenarnya masih merasakan rasa itu pada Bimo hingga detik itu. Tapi hanya tersimpan dalam hatinya, yang hanya dia dan Tuhan yang tahu.

“Tapi itu kan dulu… sekarang mah udah nggak… Udah lama juga kita nggak ketemu. Lo sih ngilang.” Dia berusaha terlihat biasa dan menyangkal perasaannya sendiri.

“Masa sih.. masih suka sampe sekarang juga nggak papa kok..” Bimo malah meledek dirinya.

“Bimo ah.. males.. tau gini.. nggak mau cerita deh!” Adisty menampakkan muka cemberutnya, namun senang dalam hati karena Bimo tidak merasa terganggu.
Bimo pun tiba-tiba diam. Ekspresi mukanya tiba-tiba terlihat serius.

“Tapi Ti… sebenernya.. dulu juga gw suka sama lo.. tapi lo kan udah punya pacar waktu itu.” ujar Bimo dengan mimik canggung.

“Pacar yang mana? Kok lo bisa tau? Kan gw nggak pernah cerita-cerita ke siapa-siapa kalo gw punya pacar. Itu pun dia jauh di Malang.”

“Inget nggak.. dulu gw suka pinjem Hp lo.. bilang mau maen game di Hp lo?? Sebenernya gw ngecek inbox Hp lo” Bimo semakin canggung.
Adisty hanya bisa diam. Merutuki kebodohannya menerima cinta Dira dulu… Padahal jelas-jelas dia mencintai Bimo.

“Udahlah Mo.. itukan masa lalu.” Adisty mencoba tersenyum.

“Iya.. Itu kan dulu… ” Bimo juga ikut tersenyum.

Mereka pun kembali asik dalam obrolan. Dalam hati Adisty berharap lebih pada Bimo. Adisty berharap Bimo bisa kembali mencintainya seperti dulu..seperti yang Bimo ceritakan.

“Eh.. ngomong-ngomong tadi kesini sama siapa?” Bimo bertanya sambil melihat sekeliling.. seperti mencari seseorang.

“Sendiri. Lo ama siapa kesini?” Adisty memperhatikan Bimo yang terliht bingung.

“Sama…” belum selesai berkata, tiba-tiba muncul seorang perempuan dari belakang Bimo..

“Mo.. dari tadi kemana aja sih.. aku cariin juga.. tadi aku keasikan ngobrol sama temen aku.. ternyata ada temen kuliah aku dateng kesini sama pacarnya juga”
Deg. Jantung Adisty serasa berhenti berdetak melihat perempuan ini tiba-tiba datang dan bersikap mesra pada Bimo.

“Aku dari tadi disini kok. eh ya, ra.. kenalin.. ini temen aku..” Bimo mengenalkan perempuan itu pada Adisty.

“Rara”

“Adisty”

mereka pun berjabat tangan dan tersenyum satu sama lain.

“Oh iya Ra.. si Adisty ini punya WO loh…iya kan Ty?” Bimo mempromosikan WO milik Adisty.

Adisty hanya tersenyum.

“Kebetulan nih.. bisa ngurusin pertunangan kan Ty?” Rara bertanya dengan nada berharap

“Bisa” Adisty mencium gelagat-gelagat tidak enak.

“Wah.. asik… Aku lagi cari WO sebenernya dari kemarin” Rara terlihat seperti anak kecil yang baru mendapatkan coklat. Bimo tersenyum sayang melihat Rara yang terlihat senang. Adisty? Hatinya tiba-tiba sakit, terjebak dalam situasi yang tidak enak.

“Bisa pake jasa WO aku kok. Tinggal ke kantor aku aja di Kelapa Gading. Kapan kalian tunangan?” Adisty berusaha ramah, dia memberikan kartu namanya pada Rara. Padahal di dalam hatinya Adisty merasa sakit. Penantiannya hampir 10 tahun kandas begitu saja.

“Kita?” Rara tiba bertanya heran. Bimo juga terlihat heran dan melihat sekellingnya, namun tidak menemukan orang yang dituju.

“Iya, kalian. Kalian berdua mau tunangan kan?” Adisty jadi ikut bingung melihat sikap mereka.

“hahahahahahahaha……….” Rara dan Bimo justru tertawa medengar kata-kata Adisty. Adisty merasa mereka berdua aneh.

“Rara bukan mau tunangan sama Aku, Ty.. Masa Rara tunangan sama sepupunya sendiri. Dia ini sepupu aku” Bimo menerangkannya dalam tertawa.

bersambung
Read more...

He's just not that into you


Are you the exception...
or are you the rule?

Itu adalah sebuah slogan yang melekat dalam film He's just not taht into you. "He's Just Not That Into You" sebenarnya film yang diadaptasi dari buku psikologi populer laris karya Greg Behrendt dan Liz Tuccillo tahun 2004.

Buku ini sendiri terinspirasi salah satu episode seri laris "Sex and the City" saat seorang cowok menolak tawaran Miranda untuk mampir ke apartemennya dengan alasan ada rapat di kantornya besok pagi.

Teman Miranda menyimpulkan bahwa cowok itu tidak mau denganmu (he's just not that into you) sambil menambahkan, "Saat seseorang benar-benar mau, ia akan mampir, berbicara atau tidak bicara."

Film ini seperti film love actually yang mengangkat beberapa cerita dalam satu film, namun masih saling berhubungan satu sama lain dan punya garis besar yang sama.
Awalnya, tertarik nonton film ini karena pemainnya bagus-bagus. Ada scarlett johansonn, jennifer aniston, drew barrymore, jennifer connelly, ben affleck, sama morgan lilly. Selain itu, melihat covernya, sepertinya filmnya juga bagus

Ada beberapa aturan dalam hubungan pria dan laki-laki yang diutarakan dalam film ini. Aturan itu dijadikan salah satu cewek bernama Mandy dalam mencari pasangan. Aturan ini juga yang akhirnya berpengaruh pada hidup para tokoh-tokohnya.

Nah, menurut saya dan teman yang sudah nonton film ini, film ini bisa jadi pelajaran berharga nih. Tapi ya namanya juga film barat, aturannya yah aturan disana,bukan aturan di Indonesia. Meskipun ada juga aturan yang universal.

Masalahnya adalah tidak semuanya sesuai dengan aturan secara garis besar, namun lebih banyak yang seperti itu. Tokoh Mandy yang menjadi pengait dari setiap cerita akhirnya berakhir dengan hubungan yang ada diluar aturan yang dia buat sendiri.
nah,.. sekarang pertanyaannya
are u the rule?
or are u the exception?
Read more...

Usia Emas Di Tengah Genangan Air



Sebagian ruang kelas berukuran 4 x 6 meter itu digenangi air. Hujan semalam membuat karpet yang menjadi alas lantai ruangan itu basah. Pelajaran yang seharusnya di mulai pada pukul 08.00 pun akhirnya molor beberapa menit karena Ibu Guru harus menjemur karpet yang basah dan membersihkan genangan air di lantai.

Begitulah suasana PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Pelita Harapan pada pagi hari, jika malam harinya hujan. Atap yang bocor meyebabkan ruang kelas tergenang air. Ibu Guru yang seharusnya mengajar pun, akhirnya mau tidak mau harus membenahi ruang kelas terlebih dahulu. Menjemur karpet dan mengepel lantai rela dilakukan Ibu Guru agar anak-anak dapat belajar dengan lebih nyaman.

PAUD Pelita Harapan yang tergolong dalam kelompok bermain ini berdiri sejak 3 tahun yang lalu. Awalnya, ruangan yang saat ini dijadikan kelas PAUD tersebut adalah ruang pertemuan warga, namun karena tidak terpakai, maka dialihkan menjadi ruang kelas PAUD.

“Masyarakat yang kasih tempat. Awalnya tempat pertemuan tapi tidak dipakai, jadi dipakai buat PAUD,” Ujar Juarningsih, kepala sekolah yang sekaligus merangkap sebagai guru di PAUD Pelita Harapan.

Juaningsih, yang akrab disapa Nining menceritakan bagaimana PAUD Pelita Harapan terbentuk. Awalnya, Juaningsih mengajar di TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) hanya dua kali dalam seminggu. Namun, karena banyak anak usia dini yang belajar di TPA membutuhkan pola pembelajaran yang berbeda dan bekal untuk masuk SD. Akhirnya, Juaningsih dan Irwan, suaminya sekaligus pemilik PAUD beserta para warga mendirikan PAUD dengan pola pembelajaran yang lebih umum dibandingkan TPA.

“Sebagian orang tua inginnya bukan hanya belajar seperti di TPA, tapi juga pembekalan untuk masuk SD,” kata Juarningsih.

Jika di TPA, seorang anak hanya mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan keagamaan, maka PAUD memiliki fungsi yang lebih luas. PAUD ini memberikan materi pembelajaran yang lebih banyak, mulai dari pengenalan iqra (dasar-dasar mempelajar Al-Quran), menggambar, menulis, membaca, olahraga, dan melatih kreativitas anak. Namun, PAUD ini belum memiliki fasilitas yang cukup memadai.

Tidak seperti TK, Kelompok Bermain, atau PAUD sejenis yang memiliki beragam fasilitas yang menunjang, seperti alat permainan indoor (balok, bonkar-pasang, dll) dan outdoor (ayunan, perosotan, dll), PAUD ini tidak memilikinya. Padahal, menurut Ali Nugraha, Pakar PAUD Jawa Barat, jika kita ingin anak berkembang dengan baik maka harus ada fasilitas atau sarana yang memadai.

“Misalkan kalau anak kita ingin cerdas dalam logika dan mengkonstruksi, ingin dicita-citakan menjadi arsitektur yang hebat. Katakanlah dengan mulai main balok, minimum harus ada 100 keping balok untuk seorang anak. Atau kebutuhan anak untuk menggambar, explore warnanya harus banyak,” ujar Ali yang juga dosen PGTK Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Bukan hanya minim fasilitas permainan anak, Bangunan PAUD ini juga kurang memadai. Lantai bangunan ini masih belum berkeramik dan masih menggunakan semen. Dinding-dinding bangunannya berlumut. Bahkan atap bangunan bocor, sehingga jika hujan datang pada malam hari, ruang kelas menjadi tergenang air pada pagi harinya.

“Untungnya, selama ini hujan deras hanya pada malam hari, tapi kalau pagi-pagi hujan, biasanya pindah ke rumah saya,” tutur Juaningsih lirih.

Lantai kelas yang basah karena digenangi air, membuat anak-anak harus berjalan dengan hati-hati ketika memasuki ruang kelas untuk menghindari resiko terpeleset. Karpet yang menjadi tempat mereka duduk pun masih terasa dingin dan lembab.

Kondisi ini tentunya membuat proses belajar terganggu, walaupun kegiatan belajar tetap terlaksana. Menanganggapi ini, Ali mengatakan bahwa atap ruang kelas yang bocor akan membuat anak tidak nyaman dan bahkan menjadi takut.

Lebih jauh, Ali menambahkan bahwa tempat pendidikan anak usia dini tidak hanya harus jauh dari bencana, tetapi juga kebisingan. Ini tentunya menjadi hal yang harus diperhatikan dalam menyelenggarakan pendidikan anak usia dini. “Anak-anak itu harus dalam kondisi aman dan nyaman,” tegas Ali.

Minimnya dana yang dimiliki oleh PAUD ini, menjadi penyebab tidak kunjung diperbaikinya atap kelas yang bocor itu. Masyarakat yang semula membantu menyediakan tempat pun tidak dapat membantu cukup banyak.

Meskipun fasilitas tidak memadai, orang tua merasa cukup terbantu dengan adanya PAUD Pelita Harapan ini. PAUD yang hanya memungut biaya sebesar 15 ribu rupiah perbulan (sudah termasuk majalah untuk anak) dirasa sangat membantu orang tua murid yang sebagian besar berasal dari keluarga yang tidak mampu.

Ani, salah satu orang tua murid mengungkapkan bahwa suaminya hanya bekerja sebagai buruh bangunan yang pekerjaan tidak tentu ada tidaknya. Penghasilan suaminya dari menjadi buruh bangunan hanya sekitar 300 ribu rupiah perbulan. Sedangkan Ani yang hanya memiliki satu anak ini tidak bekerja.

Sama halnya dengan Ani, Ina, orang tua murid yang memliki dua orang anak ini hanya menjadi ibu rumah tangga. Suaminya bekerja sebagai tenaga honorer di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Ina yang juga (Fapet Unpad). Sebagai tenaga honorer di Fapet Unpad, suami ina hanya mendapat honor 400-500 ribu per bulannya.

Padahal upah minimum kecamatan Jatinangor jauh diatas penghasilan kedua orang tua murid tersebut, yaitu sekitar 850 ribu rupiah pada tahun 2007.

Meskipun minim fasilitas, beberapa orang tua murid tersebut merasa senang anak-anaknya dapat belajar di PAUD Pelita Harapan. “Ada perubahan setelah sekolah disini, anak saya bisa tulis huruf, angka, juga bisa baca doa,” ungkap Ani, dengan nada gembira.

Hal ini, justru diungkapkan Ali sebagai kelemahan orang tua. Menurutnya, mereka belum mampu melihat secara keseluruhan pentingnya pendidikan anak usia dini. Sehingga, walaupun mereka sudah menyekolahkan anaknya ke tempat pendidikan anak usia dini, mereka masih memiliki harapan yang tidak cocok.

“Orang tua biasanya sangat menuntut kemampuan baca tulis hitung. Padahal kemampuan itu jangan dulu diberikan, kecuali hal-hal yang sifatnya mendasar saja. Jadi, baiknya kemampuan baca tulis hitung diberikan di SD. Kalaupun mau, hanya pra saja, pra menulis dan pra berhitung,” ungkap Ali.

Meskipun PAUD ini memberikan materi belajar membaca dan menghitung yang seharusnya di terapkan di SD, namun materi disampaikan sangat mendasar dan disampaikan tidak secara langsung tetapi menggunakan cara yang menyenangkan.
PAUD ini juga tidak hanya memberikan materi membaca dan menghitung kepada anak-anak, tetapi juga memberikan materi keagamaan dan budi pekerti dengan menggunakan nyanyian atau permainan.

Ali mengungkapkan, bahwa hal-hal utama yang harus menjadi materi pendidikan anak usia dini sebaiknya sesuai dengan aspek-asek perkembangan yang akan dan mesti dilalui anak. Mulai dari materi yang terkait dengan perkembangan keimanan dan ketakwaan pada tuhan, materi yang terkait dengan perkembangan kognitif anak, sepert logika-logika, cara berpikir dan mengerjakan sesuatu dengan benar.

Kemudian, materi yang terkait dengan kebutuhan pengembangan bahasa, yaitu mengajaran bahasa yang benar, normatif, dan diterima. Hingga materi yang terkait dengan pengembangan kemampuan sosial anak, seperti cara berinteraksi yang benar dengan teman, orang tua, dan guru penting disampaikan pada usia dini.

“Itu harus diberikan secara benar dari sisi materi. Selain itu, materi harus lengkap dan sesuai dengan harapan semua dimensi kecerdasan anak usia dini,” Ujar Ali. “Setidaknya perkembangan dengan baik itu berkembangan secara seimbang.”

Pendidikan anak usia dini adalah tanggung jawab bersama antara penyelenggara, masyarakat sekitar, dan pemerintah (RT, RW, hingga pemerintah pusat). Untuk itu, butuh kerjasama yang baik antara berbagai pihak guna terselenggaranya pendidikan anak usia dini yang memadai.

Usia dini yaitu usia antara 0- 6 tahun (Indonesia) atau 0-8 tahun (internasional) adalah usia emas atau goleden age. Karena usia emas, sebaiknya usia tersebut diproritaskan untuk mendapatkan pendidikan dengan materi dan cara yang benar sesuai dengan perkembangan anak.

“Perkembangan otak anak, 70-80 persen berkembang pada usia dini. Artinya, kalau kita berhasil mendidik anak sampai usia dini, maka kita sama dengan menuntaskan dan memberikan keberhasilan anak untuk kehidupan dewasanya 50-60 tahun ke depan,” ungkap Ali.
Read more...

Membangun Kembali Karakter Bangsa

Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Siapa yang tidak mengenal kalimat-kalimat tersebut? Hampir seluruh warga negara Indonesia, khususnya yang pernah mengenyam bangku sekolah pasti sangat hapal dengan kelima sila yang tertuang dalam pancasila ini.

Pancasila adalah dasar negara sekaigus ideologi bangsa Indonesia. Untuk itu, sejak menginjak bangku sekolah dasar, para siswa diajarkan menjunjung dan mengamalkan kelima sila tersebut. Bahkan setiap pelaksanaan upacara bendera, kelima sila itu selalu dibacakan agar para siswa selalu mengingat nilai-nilai yang ditanamkan dalam kelima sila tersebut.

Kelima sila yang menanamkan nilai-nilai baik ternyata tidak sepenuhnya diamalkan oleh bangsa Indonesia. Begitu banyak persoalan bangsa Indonesia yang bertentangan dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Korupsi, pelangaran hukum, kemiskinan, ketidakadilan, dan berbagai persoalan menimpa bangsa ini.

Itu semua tidak terlepas dari persoalan karakter bangsa Indonesia yang dewasa ini memang sudah sampai pada tahap memprihatinkan. Muchtar Lubis (1981) menyatakan bahwa manusia Indonesia sebagai manusia munafik, tak bertanggung jawab, feodal, percaya takhayul, artistik, dan berwatak lemah.

Untuk itulah, perlu ada pembangunan kembali karakter bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Pembangunan karakter bangsa antara lain dilakukan melalui pendidikan kewarganegaraan. Sebenarnya pendidikan kewarganegaraan ini sudah dilakukan sejak dahulu melalui situs-situs kewarganegaraan, salah satunya adalah melalui bangku sekolah.

Namun, pendidikan kewarganegaraan melalui bangku sekolah belumlah optimal dan mencapai harapan. Hal ini dapat terlihat dari gejala sosial pada remaja di kota-kota besar di Indonesia seperti seks di luar nikah, tawuran antar pelajar, penggunaan narkoba serta minuman beralkohol yang meluas sampai ke pedesaan, etos kerja yang buruk, kurangnyasemangat untuk bekerja keras, keinginan untuk memperoleh hidup mudah, dan nilai-nilai materealisme yang menjadi gejala umum dalam masyarakat
Situs kewarganegaraan sendiri dapat berupa sekolah, kelompok masyarakat, tempat kerja, tetangga, kota-kota, wilayah dimana anggotanya setiap hari berpartisipasi memberi arti untuk warga negara demokrasi yang modern. Kelompok masyarakat yang dimaksud, dapat berupa kelompok keagamaan, Lembaga Swadaya Masyarakat, kelompok kepemudaan, dan lain-lain.

Situs-situs kewaganegaraan seperti Pelatihan Manajemen Qolbu, Pelatihan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dan Pengajian Majelis Taklim, menurut Yuyus Kadirman dalam tesisnya yang berjudul “Membangun Kembali Karakter Bangsa Melalui Situs-situs Kewarganegaraan” dapat membangun kembali karakter bangsa Indonesia yang selama ini belum terbentuk dengan baik.

Lulusan Pascasarjana Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini meneliti tiga dari beragam situs-situs kewarganegaraan, yaitu Pelatihan Manajemen Qolbu, Pelatihan ESQ, dan Pengajian Majels Taklim. Penelitian ini merupakan sebuah hal baru bagi program studi Pendidikan Kewarganegaraan.
“Tiga situs ini memang membangun karakter bangsa. Bahkan secara metode, mereka lebih cepat daripada dunia persekolahan,” ujar Yuyus.

Selama ini, pendidikan kewarganegaraan selalu diidentikkan dengan dunia sekolah. Melalui tesis ini, Yuyus yang diwisuda pada Oktober 2008 ini, membuktikan bahwa situs-situs kewarganegaraan selain sekolah, seperti Pelatihan Manajeman Qolbu, Pelatihan ESQ, dan Pengajian Majelis Taklim dapat membangun kembali karakter bangsa melalui pembangunan karakter individual yang baik.

Situs kewarganegaraan memiliki keleluasaan dalam menentukan tujuan, membentuk kuriulum, materi, metode, sampai evaluasi. Hal inilah yang membuat setiap situs kewarganegaraan dapat melakukan kreativitas dan inovasi-inoasi dalam pembentukan karakter. Namun, tentunya disesuaikan dengan format dan tujuannya sehingga dapat lebih efektif dalam membangun karakter.

Menurut Pembimbing Tesis “Membangun Kembali Karakter Bangsa Melalui Situs-situs Kewarganegaraan” Prof. Abdul Azis Wahab, situs-situs kewarganegaraan menjadi sebuah alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi sebagai bangsa.
“Sekolah tidak mampu secara keseluruhan untuk mewujudkan pembangunan karakter bangsa,” tutur Azis.

Karakter bangsa yang dibangun melalui situs-situs kewarganegaraan seperti Pelatihan Manajemen Qolbu yang dilakukan oleh Daarut Tauhid Pelatihan Center, barupaya membangun karakter yang kuat (gigih, disiplin, ulet, rajin) dan karakter baik (rendah hati dan ikhlas). Pelatihan ESQ yang dilakukan oleh Emotional Spiritual Quotient Leadership Center berupaya membangun karakter yang dideklarasikan menjadi tujuh budi utama, yaitu jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil, dan peduli. Sedangkan Majelis Taklim secara umum berupaya membangun karakter iman dan takwa terhadap jemaahnya.

Karakter-karakter itu pada dasarnya merupakan kecerdasan spiritual yang menjadi dasar dan berpengaruh terhadap terbangunnya kecerdasan lainnya. Hal ini sesuai dengan karakter bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila yang menempatkan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi dasar bagi sila-sila lainnya.

Karakter manusia dibangun dari respon-respon spontan kita terhadap apapun kejadian yang menimpa. Respon-respon yang baik akan melahirkan perilaku yang baik, sedangkan perilaku baik yang dilakukan diulang-ulang akan membentuk pribadi yang mulia. (good character).

Pelatihan Manajemen Qolbu
Darut Tauhid Pelatihan Center (DTTC), merupakan kelompok masyarakat yang di dalamnya dikembangkan nilai-nilai demokrasi yang modern dengan menyelenggarakan kegiatan pendidikan terhadap warga negara melalui Pelatihan Manajemen Qalbu. Pelatihan ini menggunakan metode yang inovatif. Aktivitas pendidikan karakter terhadap warga negara dibangun dalam pelatihan ini supaya menjadi warga negara yang baik dan kuat di luar persekolahan.

Pelatihan Manajemen Qolbu hadir sebagai salah satu upaya untuk menggali, menghidupkan, mengelola, menata, dan mengoptimalkan potensi hati nurani dalam diri, sehingga hati ini menjadi efektif untuk dapat mengendalikan perlaku menuju kebaikan. Inti dari Pelatihan Manajemen Qalbu adalah memahami diri dan mengendalikan diri.
Setiap manusia memiliki 4 karater yang berpengaruh pada bentuk kepribadiannya, yaitu karakter baik, karakter buruk, karakter kuat, dan karakter lemah. Kombinasi dari empat karakter ini melahirkan empat kuadran kepribadian. Di kuadran manapun kita saat ini, Manajemen Qolbu diharapkan dapat mendorong perubahan karakter kita menjadi pribadi yang produktif berbuat kebaikan (kombinasi dari karakter baik dan karakter kuat).

Pelatihan ESQ
Pelatihan ESQ mencoba memandu seseorang dalam membangun prinsip hidup dan karakter berdasarkan ESQ WAY 165. Angka 165 merupakan simbol dari 1 hati pada Yang Maha Pencipta, 6 Pinsip Moral, dan 5 Langkah Sukses.

Di dalam Pelatihan ESQ, peserta akan dituntut untuk membangkitkan tujuh nilai dasar, yaitu jujur, tangggung jawab, visioner, disiplin, kerja sama, adil, dan peduli.

Tierta Soepraaditya, mahasiswa semester akhir jurusan Teknik Elektro Politeknik ITB Bandung mengatakan bahwa pelatihan ESQ sangat mengena di hati, sehingga dapat merubah pola pikir.

“Semestinya bisa merubah seseorang meskipun perlu usaha yang kuat,” tutur Tierta.
Hal serupa dialami Risdianto, alumni ESQ dari Jakarta ini mengatakan bahwa dia mengikuti pelatihan ESQ, karena melihat teman kuliah yang berubah drastis pribadinya.

“Teman saya itu kalau dilihat intelektualnya bagus, tetapi spiritualnya kurang bagus. Tetapi setelah mengikuti training ESQ ini, perubaannya besar sekali,” ujar Risdianto.

Menurut Risdianto, Pelatihan ESQ ini memang dapat mengubah seseorang untuk melakukan perubahan diri atau perubahan karakter dengan menyentuh sisi spiritual seseorang.

Namun, untuk membentuk karakter sesorang, tentunya tidak cukup hanya dengan mengikuti satu kali Pelatihan ESQ saja. Pendidikan karakter melalui Pelatihan ESQ harus dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan, dan berjenjang.

Majelis Taklim
Majelis Taklim atau yang lebih dikenal dengan pengajian merupakan salah satu bentuk kegiatan dakwah di masyarakat. Majelis Taklim seperti lembaga swadaya masyarakat muni karena kegiatan dakwa tersebut dilahirkan, dikelola, dikembangkan, dan didukung oleh anggotanya. Meskipun Majelis Taklim antara yang satu dengan yang lainnya baik secara materi maupun metodologinya berbeda satu sama lain, pada dasarnya memiliki visi yang sama membangun masyarakat yang beriman dan bertakwa.

Selain itu, berdasarkan hasil temuan peneliti sebelumnya, Sukasih tentang “Makna Pendidikan IPS dalam Meningkatkan Aktualisasi Kerja Masyarakat Pedesaan” pada tahun 1998, majelis taklim tidak hanya merupakan sarana beribadah ritual melalui pengajian tetapi juga sebagai sarana untuk membangun kemampuan sosial dari anggotanya .
Kasih Kisah, mahasiswa semester lima Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran mengaku ada perubahan dalam dirinya setelah mengikuti kegiatan Majelis Taklim secara terus menerus sejak menginjak bangku kuliah.

“Saya jadi lebih sabar karena komunitas majelis taklim sering mengingatkan. Selain itu, juga menjadi lebih tenang karena sadar bahwa ada yang memantau kita, bukan dalam bentuk manusia tetapi Sang Pencita,” tutur Kasih.

Pelatihan Manajemen Qolbu, Pelatihan ESQ, dan Majelis Taklim sebagai situs-situs kewarganegaraan memberikan dampak positif terhadap perubahan pola pikir, pola sikap, da pola tindak sesorang baik untuk dirinya maupun orang lain, jika dilakukan secara continue atau terus menerus. Situs-situs kewarganegaraan ini menjadi aset besar untuk terbangunnya kembali karakter bangsa yang berdasakan ideologi Pancasila.
Read more...

Menyelamatkan Generasi Penerus Bangsa


Setiap tanggal 23 Juli kita merayakan hari anak-anak nasional. Namun, hingga saat ini, kita masih sering sekali melihat anak-anak berkeliaran di jalan. Mencari uang dengan cara mengamen dan mengemis. Bahkan balita pun masih sering kita temui ikut mengamen, mengemis, dan terkadang diletakkan saja di terotoar jalan atau jembatan penyebrangan.
Padahal anak-anak tersebut merupakan generasi penerus bangsa yang seharusnya mendapatkan tempat yang nyaman dan aman untuk berlindung dan mendapatkan pendidikan. Demikian juga dengan balita-balita yang masih tergolong dalam anak usia dini.
Usia dini yaitu usia anak antara 0-6 tahun adalah usia emas atau the golden age. Menurut Pakar Pendidikan Anak Usia Dini Jawa Barat Ali Nugraha, 70-80 persen perkembangan otak anak berkembang pada usia tersebut.
Anak pada usia 0-6 tahun dapat dengan mudah menyerap apa yang diajarkan oleh orang-orang disekelilingnya, baik keluarga maupun lingkungannya. Pada usia ini kepribadian, watak, dan intelegensia seorang anak dapat terbentuk.
Melihat begitu pentingnya pengembangan watak, kepribadian, serta intelegensia anak pada usia itu, maka sudah seharusnya seorang anak didik dengan baik, baik oleh keluarga maupun lingkungannya.
Cara terbaik untuk mendidik anak pada usia tersebut adalah sesuai dengan aspek-asek perkembangan yang akan dan mesti dilalui anak. Mulai dari materi yang terkait dengan perkembangan keimanan dan ketakwaan pada tuhan, materi yang terkait dengan perkembangan kognitif anak, sepert logika-logika, cara berpikir dan mengerjakan sesuatu dengan benar. (Ali Nugraha: 2008)
Orang-orang dari keluarga mampupun berbondong-bondong membawa anak-anaknya yang masih balita ke playgroup-playgorup ¬dan Taman Kanak-kanak dengan biaya yang mahal demi kecerdasan intelektual dan emosional sang anak.
Pendidikan anak pada usia dini memang hal yang sangat penting untuk diberikan kepada anak pada usia emas tersebut. Lalu, bagaimana dengan anak-anak yang tidak memiliki keberuntungan? Anak-anak yang selalu dibawa mengemis di jalanan dan diletakkan di pinggir jalan untuk mendapatkan belas kasihan orang-orang yang lewat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2004 Jumlah Anak Terlantar sebanyak 3.488.309, Balita Terlantar sebanyak 1.178.824, Anak Rawan Terlantar sebanyak 10.322.674, sementara Anak Nakal sebanyak 193.155 anak dan Anak Cacat sebanyak 367.520 anak. (www.depsos.go.id)
Dari data tersebut, diketahui bahwa masih banyak anak-anak balita (0-5 tahun) yang berada pada usia emas justru terlantar di jalanan. Padahal mereka seharusnya mendapatkan perlindungan dan pendidikan yang layak.
Balita-balita tersebut dijadikan lahan uang oleh orang-orang tidak bertanggung jawab, bahkan terkadang oleh orang tuanya sendiri dengan cara diajak mengemis atau bahkan disewakan.
Padahal, dalam UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 88 dijelaskan bahwa setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Dengan demikian, seharusnya pengemis-pengemis atau orang-orang yang menggunakan balita untuk mengemis dapat dijerat hukum. Namun, pada kenyataannya, kita masih sangat sering melihat pengemis yang membawa balita mengamen atau mengemis di jalan dan perempatan lampu merah.
Bahkan terkadang, saya melihat di terotoar jalan dan jembatan penyebrangan, seorang bayi diletakkan begitu saja dengan sebuah gelas untuk menampung uang belas kasihan dari pengguna jalan.
Dalam UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada pasal 20 disebutkan “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”.
Perlindungan anak, seperti dijelaskan pada pasal 3 bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Dengan demikian, sudah sepatutnya pemerintah melakukan sebuah tindakan untuk menyelamatkan anak-anak terlantar dan memberikan hak-haknya, salah satunya dalam pendidikan agar anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang. Sesuai dengan pasal 3 tersebut bahwa perlindungan anak dibuat demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Bagaimanapun anak-anak adalah generasi penerus bangsa ini. Untuk menciptakan warga-warga Indonesia yang cerdas dan berkualitas tentunya dibutuhkan usaha yang serius dan konsisten. Kita tidak bisa secara instant menciptakan generasi berkualitas.
Untuk itu, perlu adanya kesadaran pemerintah untuk menyelamatkan anak-anak dan balita yang terlantar. Balita-balita yang terlantar di jalan seharusnya dilindungi dan diberikan pendidikan anak usia dini sebagaimana seharusnya.
Bagaimanapun juga, pendidikan anak pada usia dini yaitu 0-6 tahun adalah hal yang penting. Karena masa itu adalah masa keemasan untuk membentuk watak, kepribadian dan intelegensia anak.
Jika anak-anak dibiarkan tumbuh dan besar di jalan. Maka, banyak dampak negatif yang dapat ditimbulkan. Lingkungan jalan yang keras dan kurang baik dapat membentuk watak dan kepribadian yang tidak baik. Di jalan, anak-anak juga tidak mendapatkan pendidikan yang semestinya untuk meningkatkan kecerdasan otak.
Anak-anak seharusnya dapat tumbuh dan berkembang di lingkungan yang baik sehingga tercipta watak dan pribadi yang baikpun. Jika anak tumbuh di jalan dengan lingkungan yang sering berujar kasar dan terbiasa melakukan tindakan buruk maka anak yang dihasilkan dari lingkungan tersebut juga kemungkinan besar akan memiliki watak dan kepribadian yang serupa.
Ini sesuai dengan konsepsi manusia dalam Behaviorisme atau sering disebut teori belajar yang diungkapkan oleh Waston. Dalam Teori tersebut dijelaskan bahwa perubahan perilaku organisme (seseorang) sebagai pengaruh perilaku lingkungannya. (Rakhmat : 2005, 21)
Pemerintah sesuai fungsinya seharusnya harus mampu melindungi balita-balita dan anak-anak dari esploitasi untuk kepentingan ekonomi orang-orang tidak bertanggung jawab.
Sudah sepatutnya anak-anak Indonesia mendapatkan lingkungan dan pendidikan yang nyaman, aman, dan baik sebagai tempat tumbuh dan berkembang. Hal ini demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 pasal 3 Tentang Perlindungan Anak.
Read more...

Penjajahan Berdalih Konflik



Judul Buku : Israel is Not Real; Negara Fiktif di Tanah Rampasan
Penulis : Anwar M. Aris
Penerbit : Rajut Publishing
Cetakan I : Februari 2009
Tebal : 217 Halaman
Harga : Rp 49.500

27 Desember 2008 kembali menjadi awal malapetakan bagi penduduk Gaza yang merupakan warga Palestina. Rudal jet-jet tempur F15, F16, helikopter Apache Amerika-Israel menghantam Gaza. Tank-tank Merkava menghaburkan pelurunya, menembaki ibu-ibu dan bocah Palestina yang mencari perlindungan.

Bagi Israel, Gaza adalah duri dalam daging. Bukan karna Hamas atau jihad Islam, tapi karena Gaza adalah tempat pembuangan para pemilik sah tanah Ashkelon, Sderot, dan daerah-daerah lain disekitarnya. Delapan puluh persen lebih dari 1,5 juta populasi Gaza adalah mereka—anak-anak, cucu-cucu, cicit-cicit—yang 61 tahun lalu tinggal di wilayah yang kini menjadi bagian Selatan Israel dan diusir secara paksa.

Serangan seperti itu sebenarnya bukan yang pertama kali dilakukan oleh Israel kepada bangsa Palestina. Sejak Israel diproklamasikan pada 14 Mei 1948 di Tel Aviv dan diakui eksistensinya oleh PBB, bencana terus menerus terjadi di bumi Palestina.

Awalnya, kaum Yahudi tidak memiliki negara, mereka tersebar di berbagai penjuru dunia. Namun, setelah peristiea Dreyfus tahun 1894, ekslusifitas (ketertutpan) kaum Yahudi membuat warga Jerman marah dan mengucilkan mereka. Karena itu Theodor Herlz memiliki ide untuk mendirikan negara sendiri yang kemudian ditulis dalam buku der Jucenstaat (Negara Yahudi). Herlz kemudian merumuskan zionisme yang memiliki peran besar dalam pembentukan negara Israel.

Sejak didirikan, luas wilayah Israel dari tahun ke tahun semakin meluas dengan mencaplok tanah-tanah bangsa Palestina, hingga kini hanya tersisa dua daratan, yaitu jalur Gaza dan Tepi Barat. Hal ini dilakukan oleh Israel dengan bantuan Inggris, Perancis, Amerika dan negara-negara sekutu lainnya. Selain itu, Israel melakukan agresi militer ke negara-negara Arab.

Kekejaman Israel bukan hanya baru terjadi pada Desember 2008 lalu. Israel sudah melakukan aksi brutalnya bahkan sejak awal pendirian negara Israel. Bila berkaca pada sejarah, kekejaman Israel dapat dilihat pada Tragedi Kanal Suez (1956), Pembantaian di Sungai Yodania (1964), Genosida Pengungsi Palestina di Es Samu Yordania (1966), Pencaplokan Dataran Tinggi Golan (1966), Perang Enam Hari dengan negara-negara Arab (1967), Perang Abu-Ageila (1967), Pembasmian Pengungsi Palestina di Lebanon Selatan (1982), Hujan Serpenel di Libanon Selatan (2006), dan yang pastinya masih segar dalam ingatan kita adalah serangan Israel ke Gaza pada 27 Desember lalu.

Tindakan-tindakan Israel membantai rakyat Palestina menuai kecaman dari berbagai penjuru dunia, termasuk dari golongan Yahudi sendiri yang juga menolak dibentuknya negara Israel. Zionist yang selama ini mengatasnamakan kaum Yahudi, sebenarnya tidak mendapat dukungan dari seluruh kaum Yahudi.

Israel menebarkan teror di bumi Palestina. Kapan harus dimulai dan kapan diakhiri seolah tersera kepada israel. Namun, karena di dukung oleh negara adikuasa seperti Amerika, maka tindakan Israel yang sebenarnya jelas-jelas melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) tersebut tidak mendapatkan sanksi apa-apa dari PBB. Dalam setiap perang yang dilakukan oleh Israel dengan Palestina dan negara-negara Arab lainnya, PBB selalu mengupayakan perundingan damai, bukan mengupayakan perdamaian itu sendiri.

Bukan hanya negara-negera seperti Amerika dan Inggris yang membantu Israel membantai rakyat Palestina. Negara-negara Arab, yaitu Mesir, Yordania, Arab Saudi juga memiliki andil besar dalam pembantaian ratusan ribu rakyat Palestina. Bahkan, ketika terjadi serangan Israel ke Gaza, Mesir menutup pintu gerbang Rafah yang merupakan satu-satunya “jalan keluar” bagi sisa warga Gaza untuk bisa mengungsi dan menyelamatkan diri dari rudal-rudal dan senjata pemusnah masal militer israel.

Padahal, ketika itu, rakyat Mesir dan hampir seluruh masyarakat seluruh dunia turun ke jalan neninta Hosni Mubarak, presiden Mesir membuka pintu gerbang Raffah. Tetapi Presiden Mesir itu malah memerintahkan agar pintu itu ditutup rapat dan diawasi secara ketat.

Selama ini Israel melalui berbagai media yang dikuasainya juga selalu membahasakan pembasmian bangsa Palestina dengan “konflik”, perampokan Tanah Suci digiring ke satu isu yaitu “perdamian”. Padahal, yang dilakukan oleh Israel kepada palestina sebenarnya adalah sebuah bentuk penjajahan.

Hizbullah dan Hamas yang sebenarnya berjuang untuk mewujudkan Palestina yang merdeka atas penjajahan Israel selama ini justru dianggap sebagai teroris. Namun, lama kelamaan masyarakat duniapun mengetahui kekejaman yang dilakukan oleh Israel atas Palestina selama ini.

Dalam buku ini, Anwar M. Aris selaku penulis menggunakan sudut pandang berdasarkan latar belakang agamanya yaitu agama Islam, tanpa mencoba melihat dari sudut pandang lain. Melihat sudut pandang penulis yang demikian, membuat buku ini cenderung memihak Palestina, Hizbullah, Hamas, dan menuding serta menjelekkan Israel. Buku ini kurang memberikan komparasi yang seimbang dari kedua pihak, yaitu Palestina dan Israel, karena mungkin sejak awal buku ini dibuat, guna membangun solidaritas terhadap Palestina.

Selama ini orang cenderung menyamakan Zionist dengan kaum Yahudi. Bahkan dalam buku Rahasia Bisnis Yahudi karya Anton A. Ramdhan, Yahudi dan zionist tidak dipisahkan. Namun, dalam buku ini, Anwar membedakan antara keduanya dengan menyontohkan golongan Yahudi yang menentang didirikannya negara Israel

Anwar memaparkan satu per satu kekejaman Israel terhadap bangsa Palestina. Selain itu, Anwar juga memaparkan awal mula pembentukan negara Israel. Bagaimana Israel terbentuk dari tanah rampasan, yaitu pencaplokan berbagai wilayah Palestina melalui pembataian terhadap rakyat Palestina.

Dalam buku ini, penulis mengutarakan tujuan utama Israel melakukan pembantaian tehadap rakyat Palestina. Penulis juga menyatakan bahwa yang terjadi antara Israel dan Palestina bukanlah konflik seperti yang didengung-dengungkan oleh berbagai media, tapi merupakan sebuah bentuk penjajahan Israel atas Palestina.

Buku ini disajikan dengan jelas karena selain berupa tulisan, terdapat juga gambar-gambar yang mendukung. Mulai dari peta hingga gambar-gambar korban Palestina.
Gaya tulisan yang disajikan penulis mengalir dan enak dibaca. Namun, terdapat beberapa kalimat yang ambigu sehingga pembaca harus membacanya beberapa kali untuk mengetahui maksud penulis.

Data yang disajikan dalam buku ini juga menurut saya kurang lengkap. Penulis sering menyertakan catatan kaki, namun, penjelasan catatan kaki ditaruh di halaman belakang, sehingga menyulitkan pembaca. Selain itu, catatan kaki kebanyakan hanya menerangkan sumber. Dalam catatan kaki, penulis seolah meminta pada pembaca untuk membaca sumber yang dicantumkannya.

Selain itu juga terdapat kesalahan dalam penulisan, seperti pada halaman 79 paragraf ke-3 baris ke-7, yaitu penulisan 4 hari hari. Kata hari diulang hingga dua kali. Pada halaman 96 paragraf pertama, ditulis 1 juta warga orang Palestina. Padahal, cukup ditulis dengan 1 juta warga Palestina, atau 1 juta orang Palestina.

Buku ini menyuguhkan gambaran penderitaan yang tidak juga kunjung usai diterima oleh rakyat Palestina. Untuk itu, penulis dalam buku ini berharap dapat menggalang kepedulian untuk Palestina dan menyuarakan kemerdekaan Palestina.
Read more...

Bandung: Dari Sebuah Danau


Bandung memang memiliki sejuta pesona untuk menarik perhatian wisatawan. Keindahan kota Bandung yang diapit oleh beberapa pegunungan membuat kota ini menjadi salah satu kota yang seolah memiliki magnet untuk menarik para wisatawan lokal maupun asing.
Tapi tahukah kamu? Kota Bandung yang memiliki keindahan panorama alam ini, dahulu merupakan sebuah danau dan dikenal dengan Danau Bandung Purba. Ketinggiannya mencapai 715 meter di atas permukaan laut dengan luas ± 50 X 15 Km.
Pembentukan danau Bandung merupakan sebuah depresi atau penurunan akibat kegiatan tektonik dan peristiwa denudasi yang terjadi sejak 125 ribu tahun yang lalu. Saat Bandung menjadi sebuah danau yang sangat besar, genangan air bersentuhan dengan daerah perbukitan di seluruh tepian danau, serta adanya aliran sungai-sungai diperbukitan. Ini menyebabkan terjadinya proses erosi terhadap batuan diseluruh daerah perbukitan yang mendangkalkan kedalaman danau.
Proses penggenangan danau dan proses erosi terjadi secara perlahan dalam waktu yang sama.Danau Bandung pun menyusut dan mengering secara perlahan. Air Danau mengalir melalui celah-celah pasiripis/hogback pasir kiara puncak larang diwilayah Saguling.
Adanya kehidupan di tepian Danau Bandung dibuktikan dengan ditemukannya artefak/alat bantu dari masa Paleolitik Sampai Masa Neolitikdi sekitar Dago Pakar, Padalarang, Lembang, Cicalengka, Banjaran, Soreang, dan Cililin pada ketinggian 723 meter di atas permukaan laut.
Legenda Sangkuriang yang merupakan sasakala Gunung Tangkuban Perahu, turut memperkuat keberadaan danau tersebut.
Penyusutan danau menyisakan ranca (rawa) dan situ (kolam yang luas) di beberapa tempat.Perisiwa alam ini diabadikan dalam nama-nama daerah di Kota dan Kabupaten Bandungmuncul nama-nama daerah yang disesuaikan dengankeadaan alamnya, sepert Ranca Ekek, Ranca Bolang, Ranca Maung, Ranca Munding, Ranca Badak, Situ Aksan, dan sebagainya.
Daerah-daerah berawa maupun situ itu kini telah menjadi perumahan
penduduk.
Sumber : Papan Informasi tentang terbetuknya Bandung di Museum Sri Baduga
Read more...

Museum Sri Baduga, Mengulas Sejarah Jawa Barat


Suasana kala itu tidak terlalu ramai, hanya ada sekitar 30 orang yang berada di dalam museum itu. Sebagian besar adalah pelajar dan guru. Hari ini tidak ada rombongan sekolah yang datang ke museum ini. Biasanya museum dikunjungi oleh rombongan sekolah, hanya sedikit orang umum yang berkunjung ke museum ini, wisatawan asing pun hanya sesekali dalam seminggu.
“Biasanya pengunjung biasa hanya sekitar 30 orang, yang banyak biasanya rombongan sekolah,” tutur Dedi, salah satu staf Museum Sri Baduga.

Museum Sri Baduga adalah salah satu museum yang memiliki koleksi peninggalan-peninggalan sejarah di Jawa Barat. Museum yang terletak di Jalan B.K.R. No. 185 ini memiliki 6500 koleksi, mulai dari koleksi pada masa zaman pra sejarah, zaman kerajaan, hingga benda-benda kebudayaan khas Jawa Barat. Koleksi museum ini berisi segala hal yang terjadi di Jawa Barat dari masa ke masa.

Museum Sri Baduga ini mulai diresmikan oleh pemerintah pada 5 Juni 1980 oleh Dr. Daoed Yoesoef, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu. Bentuk bangunan museum ini mengambil model rumah panggung beratap suhu nan panjang dipadukan gaya arsitektur modern. Gedungnya dibangun ditanah seluas 8415,5 meter. Gedung ini merupakan bangunan kantor kewedanan yang tetap dilestarikan sebagai bangunan BCB (Benda Cagar Budaya).

Awalnya, museum ini diberi nama Museum Negeri Jawa Barat. Tahun 1990 terdapat penambahan nama “Sri Baduga” diambil dari nama salah seorang raja Pajajaran yang memerintah tahun 1482-1521 Masehi. Setelah diberlakukan sistem Otonomi Daerah namanya menjadi Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga (BPMNSB).

Koleksi yang disajikan pada pameran tetap museum ini ditata berdasarkan alur cerita (story line) yang menggambarkan untaian perjalanan sejarah alam dan budaya Jawa Barat. Fase-fase perkembangan tersebut dikelompokkan menjadi tiga, sesuai dengan tata ruang pameram tetap museum Sri Baduga yang terdiri dari tiga lantai.

Lantai satu berisi tata pameran mengenai sejarah alam raya. Di lantai ini disajikan benda-benda yang merupakan potensi alam wilayah Jawa Barat, diantaranya batuan, flora, fauna, serta informasi tentang sejarah alam di Jawa Barat seperti terjadinya Danau Bandung Purba berupa maket.

Selain itu, ditampilkan potensi budaya Jawa Barat dan benda-benda pembuktian sejarah budaya materiil manusia berkaitan dengan sistem religi dari masa prasejarah sampai Hindu-Budha. Terdapat juga replika gua pada masa purba kala serta peninggalan-peniggalan berupa replika patung peninggalan masa prasejarah dan kerajaan.

Pada lantai dua bangunan museum ini, dipamerkan profil masyarakat kampung Naga sebagai kelompok masyarakat tradisi orang Sunda (asli), foto pemukiman, dan upacara masyarakatnya. Koleksi pada lantai dua ini dilengkapi dengan arsitektur rumah tradisional, berupa maket bentuk atap rumah-rumah tradisional di Jawa Barat. Ditampilkan pula diaroma aktivitas ritual upacara tradisional Mapag Sri dan benda-benda kelengkapannya.

Sedangkan pada lantai tiga museum ini, kita dapat menemukan diorama ruang tamu, ruang tidur, dan ruang dapur dari keluarga menak masa lalu di wilayah Jawa Barat dan benda-benda peralatan kesenian berupa kecapi, rebab, alat musik tiup dari bambu, perlata kesenian debus, seperangkat gamelan, dan wayang.

Lukisan kanvas dan kaligrafi yang termasuk ke dalam klasifikasi koleksi Seni rupa menjadi bagian dari pameran dilantai ini juga. Selain itu, disajikan pula diaroma teknologi tradisional, meliputi pende mas, pembuatan gerabah, dan kerajinan menganyam serta teknolog membatik, juga terdapat diorama penampilan busana pengantin dari berbagai wilayah subkultur di Jawa Barat.

Museum ini dapat menjadi sarana belajar untuk lebih mengenal Jawa Barat dan kebuayaan yang ada di dalamnya. Menjadi alternatif untuk belajar sejarah. Kita dapat mengetahui segala hal yang berhubungan dengan Jawa Barat melalui museum ini.

Rani dan Wini datang ke museum Sri Badunga guna mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya di sekolah. Kedua siswi SMP 1 Banjaran ini mendapatkan tugas membuat laporan berkunjung ke museum selama liburan sekolah. Meskipun begitu mereka merasa senang berunjung ke museum.

“Disini informasinya lebih banyak. Tempatnya juga bagus dan koleksinya banyak,” ujar Wini.

Museum ini buka setiap hari, kecuali pada hari liburan nasional. Tiket masuknya pun hanya seribu rupiah untuk pelajad dan dua ribu rupiah untuk dewasa dan wisatawan asing.

Jadi, tidak ada salahnya berwisata sembari mengenal Jawa Barat lebih jauh bukan?
Read more...

Kembali Ke Masa Kejayaan Perangko


nda suka mengkoleksi perangko? atau mungkin hanya suka dengan perangko, namun tidak mengkoleksinya?
Jika Anda menyukai perangko atau hal-hal yang berhubungan dengan benda pos, Anda harus mengunjungi Museum Pos yang terletak di Kantor Pusat Pos Indonesia, Jalan Cilaki 73, Bandung.
Disini, Anda akan menemukan koleksi berbagai jenis benda filateli, peralaan yang dipergunakan layanan pos sejak zaman Hindia Belanda, dan benda-benda lain yang bernilai sejarah.
Untuk memberi kemudahan kepada masyarakat dalam mengenal benda-benda koleksinya, museum yang berdiri tahun 1931 ini mengelompokkan koleksinya menjadi tiga, yaitu koleksi sejarah, koleksi filateli, dan koleksi peralatan .
Salah satu koleksi yang bernilai sejarah adalah Surat Mas Raja-raja “Golden Letter”. Dalam koleksi museum, selain disajikan koleksi perangko ndonesia, juga terdapat koleksi perangko yang berasal dai 178 negara.
Perangko yang pertama di dunia diterbitkan di Inggris atas gagasa Sir Rowland Hirll pada 6 Mei 1864. Perangko berwarna hitam dikenal ini dikenal dengan “The Penny Black”. Perangko ini bergambar Ratu Victoria yang disajikan dalam bentuk lukisan.
Sedangkan perangko pertama yang digunakan di Indonesia diterbitkan Pemerintah Hindia Belanda pada 1April 1864. Perangko tersebut berwarna merah anggur berambar Raja William III dengan harga nominal 10 cent. Perangko yang hampir berusia 150 tahun ini terdapat dalam bentuk aslinya di museum.
Brevenbus merupakan bis surat pada zaman Hindia Belanda. Bis surat ini deitempatkan di pinggir jalan strategis agar mudah terjangkau publik dengan maksud untuk memdahkan masyarakat untuk mengeposkan kirimannya. Bis surat ini pertama kali digunakan pada 1829 di kantor Pos Batavia, sedangkan bus surat untuk umum disediakan di Kantor Pos Semarang pada 1850 dan di Surabaya tahun 1864.
Museum yang memiliki bangunan berarsitektur Belanda ini terdiri atas dua lantai.
Lantai basement berisi benda-benda koleksi secara lengkap yang tediri atas tiga jenis benda koleksi yaitu benda koleksi sejarah, peralatan, dan filateli.
Sedangkan lantai 1 berisi ruang galeri dan ruang social center. Ruang galeri dimaksudkan untuk memperkenalkan Pos Indonesia kepada pengunjung, sehingga pengunjung pameran memperole gambara tentang informasi peusahaan secara selintas.
Ruang social center merupakan ruang edukasi masyarakat dan sebagai pusat pengembangan sosio-kultur di bidang layanan pos. Selain mendapat informasi, di ruangan ini masyarakat juga diberi kesempatan untuk melakukan praktek secara langsung berkaitan dengan proses pengiriman surat mulai dari menulis surat, menempelkan peragko, pengecapan, dan pengeposa surat pada bis surat. Ruang tersebut dipadkan dengan kantor pos serta loket filateli yang dapa melayani masyarakat secara langsung, diharapkan masyarakat dapat memperoleh nilai atas kunjungan tersebut.
Museum Pos ini buka untuk umum setiap hari senin sampai jumat mulai pukul 09.00-16.00. Untuk memasuki museum ini juga tidak dipungut biaya.
Read more...

Memilih Tanpa Melihat Gender



Perempuan, salahkah masuk dalam politik? Pertanyaan itu ada di otak saya melihat sedikitnya perempuan yang terjun dalam dunia politik dibandingkan pria. Bukan hanya sedikit, perempuan juga sepertinya sulit untuk mendapatkan akses berperan dalam kehidupan politik sehingga mesti memperjuangkannya dalam bentuk affirmative action. Affirmative action ini kemudian akhirnya dibatalkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi karena dianggap justru tidak adil. Benarkah demikian?

Kemajuan atau kemunduran sebuah bangsa ditentukan oleh peran perempuan yang ada di dalamnya. Perempuan memiliki peran penting karena berperan melahirkan generasi-generasi penerus bangsa. Perempuan jugalah yang memiliki peran besar mendidik generasi-generasi tersebut. Itulah mengapa perempuan disebut-sebut sebagai tiang sebuah bangsa. Bahkan sering kali dikatakan bahwa di balik sepak terjang tokoh-tokoh besar (besar karena kebaikan ataupun keburukan) terdapat perempuan di belakangnya.

Namun, apakah hanya sebatas itu peran perempuan? Menjadi orang dibalik layar.
Meskipun diakui memiliki peran yang besar dalam kehidupan sebuah bangsa. Namun, balum banyak perempuan yang dilibatkan dalam proses penentuan kebijakan bangsa atau ikut terlibat dalam pemerintahan. Dalam politik, perempuan sering berada diposisi atau diposisikan dibelakang laki-laki.

Padahal dalam pasal 28-D ayat 3 UUD Negara RI Tahun 1945 disebutkan bahwa "Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan". Ini berarti tidak terkecuali bagi perempuan. Perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk berpolitik dan duduk di kursi pemerintahan.

Perempuan dalam Politik
Perempuan sama halnya dengan laki-laki, memiliki hak yang sama dalam berpolitik. Namun, kesamaan hak itu tidak lantas membuat jumlah perempuan dan laki-laki dalam parlemen seimbang. Ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di dunia. Data perempuan yang duduk di parlemen di dunia rata-rata hanya 14% dari total anggota parlemen. Di Indonesia malah hanya sekitar 8% *(* data UNDP).

Minimnya partisipasi perempuan juga ditegaskan berdasarkan data yang ada dalam sejarah politik Indonesia, sejak pemilihan pertama tahun 1955. Pada pemilihan umum pertama tahun 1955 hanya ada 3,8 persen perempuan di parlemen Indonesia. Pada tahun 1960-an, terdapat peningkatan yaitu 6,3 persen. Angka tertinggi jumlah perempuan dalam parlemen terjadi pada periode 1987-1992 yaitu 13 persen. Tetapi turun kembali menjadi 12,5 persen pada periode 1992-1997, dan 10,8 persen menjelang Soeharto jatuh, dan 9 persen pada periode 1999-2004. Pada periode 2004-2009 juga hanya ada 11,4 persen atau 63 perempuan yang menjadi anggota parlemen (DPR) periode 2004-2009.
Dari data tersebut, kita bisa mengetahui kejomplangan yang terjadi antara jumlah anggota parlemen laki-laki dan perempuan di Indonesia. Ini membuktikan demikian minimnya partisipasi perempuan dalam politik di Indonesia.

Salah satu alasan yang mendukung minimnya partisipasi perempuan dalam politik adalah kualitas pendidikan perempuan yang sebagian besar masih berada di bawah laki-laki, baik pendidikan politik maupun pendidikan pada umumnya. Selain itu, budaya patriarki yang masih sangat mengakar di Indonesia juga menjadi salah satu hambatan besar calon-calon anggota legislatif perempuan untuk meraih kursi parlemen.

Padahal, perempuan yang duduk di kursi parlemen diharapkan dapat membawa perubahan. Bagaimanapun, perempuan adalah makhluk yang cinta damai, tidak suka peperangan dan konflik. Ini terbukti dengan walk out-nya empat belas orang anggota parlemen perempuan di parlemen Amerika karena tidak setuju perang, menjelang perang Irak. Oleh karena itu, perempuan-perempuan tersebut diharapkan ikut menentukan kebijakan yang pro perempun dan pro damai.

Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lembaga Riset Pembangunan Sosial (UNRISD), laki-laki yang terpilih menduduki jabatan eksekutif dan legislatif, yang memegang kendali atas pembuatan keputusan bagi prioritas pembangunan, sebagian besar tidak menyadari kebutuhan rumah tangga dan hubungannya dengan pembangunan sosial ekonomi pada tingkat masyarakat, kota, provinsi, maupun tingkat nasional.
Di sinilah peran besar perempuan dibutuhkan, yaitu untuk membawa perubahan bagi bangsa ini. Semakin banyaknya angota parlemen perempuan di Indonesia diharapkan dapat membawa perubahan yang signifikan bagi bangsa ini

Putusan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Kostitusi membatalkan Pasal 214 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dengan adanya putusan MK ini, maka calon anggota legislatif terpilih pada Pemilu 2009 tidak lagi berdasarkan nomor urut, tetapi harus meraih suara terbanyak.

Keputusan ini dianggap merugikan kaum perempuan. Pasalnya, affirmative action (tindakan khusus) untuk memperluas kemungkinan perempuan bisa langsung terakomodir di parlemen yang selama ini diperjuangkan menjadi termentahkan kembali oleh keputusan tersebut. Keputusan ini dianggap tidak demokratis dan mengebiri hak-hak kaum perempuan dalam berpolitik.

Sebagai perempuan, saya justru merasakan hal yang berbeda. Meskipun putusan tersebut membuat banyak calon legislatif perempuan merasa hal ini akan menjegalnya maju ke kursi parlemen. Putusan Mahkamah Konstitusi ini justru terasa lebih demokratis dan tidak deskriminatif. Karena dengan demikian tidak ada yang membedakan secara khusus, hak perempuan dan laki-laki dalam berpolitik.

Penentuan kuota 30 persen dan affirmative action yang diperjuangkan oleh kaum perempuan justru menurut saya pribadi mendatangkan deskriminasi bagi kaum perempuan itu sendiri dalam berpolitik. Dengan adanya penentuan kuota 30 persen dan zipper system yang digunakan untuk memperbesar volume kaum perempuan di dalam parlemen, justru memperlihatkan ketidakmandirian kaum perempuan dalam berpolitik. Zipper system adalah kombinasi caleg laki-laki dan perempuan dalam sebuah partai dimana diantara pencalonan tiga caleg harus ada satu orang caleg perempuan.

Hak istimewa seperti itu justru membuat kesan bahwa perempuan tidak dapat maju menjadi anggota legislatif tanpa bantuan tersebut. Bukankah dengan demikian justru mendeskriminasi kaum perempuan? Padahal, perempuan selama ini menuntut untuk disejajarkan dengan laki-laki.

Seharusnya perempuan dapat mandiri dalam berpolitik. Tidak mendatangkan perbedaan antara perempuan dan laki-laki dengan meminta hak khusus. Mereka harus bersaing secara adil, yaitu tidak ada perlakuan-perlakuan khusus yang diberikan baik pada perempuan atau laki-laki untuk dapat duduk di kursi parlemen. Perempuan harus bersaing dengan laki-laki berdasarkan kualitas yang dimiliki olehnya.

Perempuan dalam Kacamata Perempuan
Kaum perempuan selalu mengeluh betapa sulitnya perempuan untuk mendapatkan kursi parlemen. Padahal, jika perempuan memihak pada perempuan, hal ini tidak akan terjadi. Perempuan tidak harus memaksa pemerintah untuk melakukan penentuan kuota 30 persen atau zipper system. Tidak ada yang perlu ditakutkan, mengingat jumlah perempuan di Indonesia jauh melebih jumlah laki-laki.

Namun, permasalahan yang mendasar adalah sudahkan perempuan memilih perempuan? Mengingat wakil perempuan dalam parlemen hanya berkisar 11 persen, maka dipastikan bahwa perempuan-perempuan di Indonesia belumlah memihak perempuan. Ketidakpercayaan adalah faktor yang paling utama mengapa perempuan tidak memilih kaumnya sendiri.

Ini sebenarnya juga sangat terkait dengan budaya patriarki yang sangat kental di Indonesia. Budaya patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan. Budaya inilah yang masih sangat melekat dalam pemikiran sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk kaum perempuan. Sebagian besar masyarakat masih menjadikan perempuan sebagai pilihan kedua dibawah laki-laki.

Meskipun ketidakpercayaan perempuan terhadap perempuan sebagian besar dipengaruhi oleh budaya patriarki, namun ketidakpercayaan itu juga dapat timbul oleh hal lain. Ketidakpercayaan terhadap kaum perempuan mungkin ditimbulkan oleh isu-isu yang dibawa oleh calon anggota legislatif perempuan yang tidak menyentuh perempuan. Padahal jika kita lihat lebih jauh, mengapa lebih banyak perempuan diperlukan dalam anggota parlemen? Salah satunya adalah untuk memperjuangkan kepentingan kaum perempuan.

Namun, nyatanya anggota-anggota legislatif perempuan yang saat ini duduk di kursi parlemen tidak banyak memperjuangkan hak-hak perempuan. Tidaklah harus calon legislatif perempuan memperjuangkan nasib perempuan. Namun, jika terhadap kaumnya saja dia tidak memihak? Bagaimana dia akan dipilih oleh kaumnya?

Pasalnya, tidaklah melulu perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Hal tersebut dapat pula diperjuangkan oleh laki-laki. Untuk itu yang diperlukan oleh perempuan adalah meningkatkan kualitasnya sehingga bangsa ini dapat lebih percaya pada perempuan.

Selain itu, agar bisa duduk di kursi parlemen calon anggota legislatif perempuan harus memiliki strategi politik yang mengelolah isu kerakyatan dengan lebih mengutarakan solusi dan betul-betul menyentuh kebutuhan sosial rakyat. Perwakilan perempuan yang nantinya tepilih juga harus mempraktikan politik pro-perempuan dan rakyat.

Bukan hanya kesiapan calon legislator perempuan yang menjadi penentu. Masyarakat Indonesia juga harus siap memilih tanpa melihat gender. Masyarakat harus memiliki pikiran yang lebih terbuka, melihat calon yang akan dipilih lebih berdasarkan kualitas yang dapat ditunjukkan oleh calon tersebut dan tidak terpaku pada gender.
Read more...