Menyelamatkan Generasi Penerus Bangsa


Setiap tanggal 23 Juli kita merayakan hari anak-anak nasional. Namun, hingga saat ini, kita masih sering sekali melihat anak-anak berkeliaran di jalan. Mencari uang dengan cara mengamen dan mengemis. Bahkan balita pun masih sering kita temui ikut mengamen, mengemis, dan terkadang diletakkan saja di terotoar jalan atau jembatan penyebrangan.
Padahal anak-anak tersebut merupakan generasi penerus bangsa yang seharusnya mendapatkan tempat yang nyaman dan aman untuk berlindung dan mendapatkan pendidikan. Demikian juga dengan balita-balita yang masih tergolong dalam anak usia dini.
Usia dini yaitu usia anak antara 0-6 tahun adalah usia emas atau the golden age. Menurut Pakar Pendidikan Anak Usia Dini Jawa Barat Ali Nugraha, 70-80 persen perkembangan otak anak berkembang pada usia tersebut.
Anak pada usia 0-6 tahun dapat dengan mudah menyerap apa yang diajarkan oleh orang-orang disekelilingnya, baik keluarga maupun lingkungannya. Pada usia ini kepribadian, watak, dan intelegensia seorang anak dapat terbentuk.
Melihat begitu pentingnya pengembangan watak, kepribadian, serta intelegensia anak pada usia itu, maka sudah seharusnya seorang anak didik dengan baik, baik oleh keluarga maupun lingkungannya.
Cara terbaik untuk mendidik anak pada usia tersebut adalah sesuai dengan aspek-asek perkembangan yang akan dan mesti dilalui anak. Mulai dari materi yang terkait dengan perkembangan keimanan dan ketakwaan pada tuhan, materi yang terkait dengan perkembangan kognitif anak, sepert logika-logika, cara berpikir dan mengerjakan sesuatu dengan benar. (Ali Nugraha: 2008)
Orang-orang dari keluarga mampupun berbondong-bondong membawa anak-anaknya yang masih balita ke playgroup-playgorup ¬dan Taman Kanak-kanak dengan biaya yang mahal demi kecerdasan intelektual dan emosional sang anak.
Pendidikan anak pada usia dini memang hal yang sangat penting untuk diberikan kepada anak pada usia emas tersebut. Lalu, bagaimana dengan anak-anak yang tidak memiliki keberuntungan? Anak-anak yang selalu dibawa mengemis di jalanan dan diletakkan di pinggir jalan untuk mendapatkan belas kasihan orang-orang yang lewat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2004 Jumlah Anak Terlantar sebanyak 3.488.309, Balita Terlantar sebanyak 1.178.824, Anak Rawan Terlantar sebanyak 10.322.674, sementara Anak Nakal sebanyak 193.155 anak dan Anak Cacat sebanyak 367.520 anak. (www.depsos.go.id)
Dari data tersebut, diketahui bahwa masih banyak anak-anak balita (0-5 tahun) yang berada pada usia emas justru terlantar di jalanan. Padahal mereka seharusnya mendapatkan perlindungan dan pendidikan yang layak.
Balita-balita tersebut dijadikan lahan uang oleh orang-orang tidak bertanggung jawab, bahkan terkadang oleh orang tuanya sendiri dengan cara diajak mengemis atau bahkan disewakan.
Padahal, dalam UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 88 dijelaskan bahwa setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Dengan demikian, seharusnya pengemis-pengemis atau orang-orang yang menggunakan balita untuk mengemis dapat dijerat hukum. Namun, pada kenyataannya, kita masih sangat sering melihat pengemis yang membawa balita mengamen atau mengemis di jalan dan perempatan lampu merah.
Bahkan terkadang, saya melihat di terotoar jalan dan jembatan penyebrangan, seorang bayi diletakkan begitu saja dengan sebuah gelas untuk menampung uang belas kasihan dari pengguna jalan.
Dalam UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada pasal 20 disebutkan “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”.
Perlindungan anak, seperti dijelaskan pada pasal 3 bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Dengan demikian, sudah sepatutnya pemerintah melakukan sebuah tindakan untuk menyelamatkan anak-anak terlantar dan memberikan hak-haknya, salah satunya dalam pendidikan agar anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang. Sesuai dengan pasal 3 tersebut bahwa perlindungan anak dibuat demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Bagaimanapun anak-anak adalah generasi penerus bangsa ini. Untuk menciptakan warga-warga Indonesia yang cerdas dan berkualitas tentunya dibutuhkan usaha yang serius dan konsisten. Kita tidak bisa secara instant menciptakan generasi berkualitas.
Untuk itu, perlu adanya kesadaran pemerintah untuk menyelamatkan anak-anak dan balita yang terlantar. Balita-balita yang terlantar di jalan seharusnya dilindungi dan diberikan pendidikan anak usia dini sebagaimana seharusnya.
Bagaimanapun juga, pendidikan anak pada usia dini yaitu 0-6 tahun adalah hal yang penting. Karena masa itu adalah masa keemasan untuk membentuk watak, kepribadian dan intelegensia anak.
Jika anak-anak dibiarkan tumbuh dan besar di jalan. Maka, banyak dampak negatif yang dapat ditimbulkan. Lingkungan jalan yang keras dan kurang baik dapat membentuk watak dan kepribadian yang tidak baik. Di jalan, anak-anak juga tidak mendapatkan pendidikan yang semestinya untuk meningkatkan kecerdasan otak.
Anak-anak seharusnya dapat tumbuh dan berkembang di lingkungan yang baik sehingga tercipta watak dan pribadi yang baikpun. Jika anak tumbuh di jalan dengan lingkungan yang sering berujar kasar dan terbiasa melakukan tindakan buruk maka anak yang dihasilkan dari lingkungan tersebut juga kemungkinan besar akan memiliki watak dan kepribadian yang serupa.
Ini sesuai dengan konsepsi manusia dalam Behaviorisme atau sering disebut teori belajar yang diungkapkan oleh Waston. Dalam Teori tersebut dijelaskan bahwa perubahan perilaku organisme (seseorang) sebagai pengaruh perilaku lingkungannya. (Rakhmat : 2005, 21)
Pemerintah sesuai fungsinya seharusnya harus mampu melindungi balita-balita dan anak-anak dari esploitasi untuk kepentingan ekonomi orang-orang tidak bertanggung jawab.
Sudah sepatutnya anak-anak Indonesia mendapatkan lingkungan dan pendidikan yang nyaman, aman, dan baik sebagai tempat tumbuh dan berkembang. Hal ini demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 pasal 3 Tentang Perlindungan Anak.

0 komentar: