Still waiting n waiting

Gedung itu dipenuhi oleh orang-orang masa lalu Adisty. Adisty harus mencermati dengan seksama orang-orang di sekelilingnya, boleh jadi dia masih mengenal salah satu dari mereka atau malah dia yang dikenali.

“Adisty” Seseorang menyentuh bahunya.
Deg. Jantung Adisty berdetak kencang. Dia masih kenal suara itu meskipun sudah sangat lama sekali tidak mendengarnya. Dia pun menoleh ke arah pria tersebut.

“Masih inget gw nggak?” tanya pria itu.
Adisty masih terdiam. Kaget melihat sosok pria di depannya.

“Masa lupa sih Ty?” Pria itu semakin mendesak Adisty untuk mengingatnya.

“Ehmm.. maaf banget… tapi gw lupa nama lo, kita dulu pernah sekelas kayanya deh.” Bohongnya.

Mana mungkin Adisty bisa lupa namanya. Bimo, orang yang selama ini membuat dia tidak membiarkan orang lain masuk ke dalam hidupnya. Itu dilakukannya hanya untuk membuat Bimo terlihat tidak spesial untuk Adisty.

“Bimo, Baru juga beberapa tahun kita nggak ketemu lo udah lupa sama gw, 7 tahun yah kita nggak ketemu?” Bimo memperlihatkan senyumannya.

“Iya, kayanya udah 7 tahun. Maaf yah Mo… daya ingat gw soal nama kurang bagus. Lo juga sih ngilang, yang lain masih suka pada kumpul-kumpul meskipun jarang banget. Kita terakhir kumpul di Plaza Senayan beberapa bulan yang lalu. Ada Lala, Desi, Dito, Wawan, Dimo, Yuli aja rela dateng dari Sulawesi buat kumpul sama kita. Lo kok nggak dateng?” Adisty berusaha memnuhi rasa penasarannya kemana saja Bimo menghilang selama ini.

“Masa? Gw nggak tau tuh ada kumpul. Lagi banyak kerjaan juga kemarin-kemarin. Maklum… kerja di media diburu rating, jadi harus puter otak bikin program-program yang laku. Ngomong-ngomong lo sekarang kerja dimana?” Bimo

“Gw sekarang ngurusin Wedding Organaizer bareng temen-temen. Masih kecil-kecilan sih tapi, ordernya lumayan.”

Obrolan demi obrolan mengalir dengan lancar. Adisty dan Bimo pun dekat seperti dulu. Seperi tidak ada jarak rasanya. Padahal sudah 7 tahun waktu memisahkan mereka. Adisty masih menaruh harapan seperti dulu. Bimo terlihat begitu menikmati percakapan mereka. Percakapan mereka mengingatkan Adisty pada masa-masa, dia dan Bimo begitu dekat, meskipun hanya sebatas teman.

“Heh.. Kalian disini,” suara Lala mengagetkan mereka berdua.

“Lo dari tadi kemana aja sih.. Gw cariin juga, gw kan sendiri” Adisty menampakkan wajahnya yang kesal melihat Lala yang sejak awal hilang bersama Dito.

“Yaelah… Adisty..Adisty… Lo kan dari tadi bareng gw. Gw dianggap apa? Nggak suka bareng gw?” Bimo memasang muka sok marah.

Adisty hanya tersenyum. “Yaampun Mo. Gw mah nganggap lo spesial banget kaliiii… lo aja yang nggak ngerti-ngerti dari dulu” rutuk Adisty dalam hati, tak berani mengatakannya secara langsung.

Adisty, Bimo, Lala dan beberapa teman lain pun berbincang-bincang, mengingat-ngingat masa lalu mereka. Sesekali menertawakan kebodohan mereka ketika muda. Disela-sela obrolan itu, Adisty tak henti memandang Bimo. Sesekali mata mereka bertemu, Adisty hanya mengunggingkan senyuman yang dibalas senyuman oleh Bimo.

Lama kelamaan teman mereka pergi satu per satu. Tinggallah Adisty dan Bimo. Tiba-tiba datang keiinginan kuat Adisty untuk mengatakan sesuatu.

“Mo, gw pengen cerita, tapi lo nggak boleh ketawa dan berkomentar macem-macem” Adisty akhirnya memberanikan diri untuk mulai menyampaikan hal yang selama ini tertunda.

“Apaan? Pasti sesuatu yang aneh ya? Ampe lo nggak bolehin gw ketawa” Bimo tersenyum menanggapi permintaan Adisty.

“Beneran Mo, kalo nggak mau janji, mendingan gw nggak usah cerita.” Adisty merengek sekalligus mengancam.

“Iya-iya, emang mau cerita apa sih Ty?” Bimo kembali tersenyum.

“Gini Mo…” Adisty mulai terbata-bata. “Sebenernya……”

“Sebenernya apa?” Bimo mulai tidak sabar

“Sebenernya… Dulu… Ini dulu loh… Beneran ini dulu…” Adisty berbicara semakin tidak jelas

“Iya, dulu……” Bimo terlihat sabar mendengarkan.

“Dulu… gw suka sama lo Mo…” Akhirnya kata-kata itu meluncur dari bbibirnya. Adisty sebenarnya masih merasakan rasa itu pada Bimo hingga detik itu. Tapi hanya tersimpan dalam hatinya, yang hanya dia dan Tuhan yang tahu.

“Tapi itu kan dulu… sekarang mah udah nggak… Udah lama juga kita nggak ketemu. Lo sih ngilang.” Dia berusaha terlihat biasa dan menyangkal perasaannya sendiri.

“Masa sih.. masih suka sampe sekarang juga nggak papa kok..” Bimo malah meledek dirinya.

“Bimo ah.. males.. tau gini.. nggak mau cerita deh!” Adisty menampakkan muka cemberutnya, namun senang dalam hati karena Bimo tidak merasa terganggu.
Bimo pun tiba-tiba diam. Ekspresi mukanya tiba-tiba terlihat serius.

“Tapi Ti… sebenernya.. dulu juga gw suka sama lo.. tapi lo kan udah punya pacar waktu itu.” ujar Bimo dengan mimik canggung.

“Pacar yang mana? Kok lo bisa tau? Kan gw nggak pernah cerita-cerita ke siapa-siapa kalo gw punya pacar. Itu pun dia jauh di Malang.”

“Inget nggak.. dulu gw suka pinjem Hp lo.. bilang mau maen game di Hp lo?? Sebenernya gw ngecek inbox Hp lo” Bimo semakin canggung.
Adisty hanya bisa diam. Merutuki kebodohannya menerima cinta Dira dulu… Padahal jelas-jelas dia mencintai Bimo.

“Udahlah Mo.. itukan masa lalu.” Adisty mencoba tersenyum.

“Iya.. Itu kan dulu… ” Bimo juga ikut tersenyum.

Mereka pun kembali asik dalam obrolan. Dalam hati Adisty berharap lebih pada Bimo. Adisty berharap Bimo bisa kembali mencintainya seperti dulu..seperti yang Bimo ceritakan.

“Eh.. ngomong-ngomong tadi kesini sama siapa?” Bimo bertanya sambil melihat sekeliling.. seperti mencari seseorang.

“Sendiri. Lo ama siapa kesini?” Adisty memperhatikan Bimo yang terliht bingung.

“Sama…” belum selesai berkata, tiba-tiba muncul seorang perempuan dari belakang Bimo..

“Mo.. dari tadi kemana aja sih.. aku cariin juga.. tadi aku keasikan ngobrol sama temen aku.. ternyata ada temen kuliah aku dateng kesini sama pacarnya juga”
Deg. Jantung Adisty serasa berhenti berdetak melihat perempuan ini tiba-tiba datang dan bersikap mesra pada Bimo.

“Aku dari tadi disini kok. eh ya, ra.. kenalin.. ini temen aku..” Bimo mengenalkan perempuan itu pada Adisty.

“Rara”

“Adisty”

mereka pun berjabat tangan dan tersenyum satu sama lain.

“Oh iya Ra.. si Adisty ini punya WO loh…iya kan Ty?” Bimo mempromosikan WO milik Adisty.

Adisty hanya tersenyum.

“Kebetulan nih.. bisa ngurusin pertunangan kan Ty?” Rara bertanya dengan nada berharap

“Bisa” Adisty mencium gelagat-gelagat tidak enak.

“Wah.. asik… Aku lagi cari WO sebenernya dari kemarin” Rara terlihat seperti anak kecil yang baru mendapatkan coklat. Bimo tersenyum sayang melihat Rara yang terlihat senang. Adisty? Hatinya tiba-tiba sakit, terjebak dalam situasi yang tidak enak.

“Bisa pake jasa WO aku kok. Tinggal ke kantor aku aja di Kelapa Gading. Kapan kalian tunangan?” Adisty berusaha ramah, dia memberikan kartu namanya pada Rara. Padahal di dalam hatinya Adisty merasa sakit. Penantiannya hampir 10 tahun kandas begitu saja.

“Kita?” Rara tiba bertanya heran. Bimo juga terlihat heran dan melihat sekellingnya, namun tidak menemukan orang yang dituju.

“Iya, kalian. Kalian berdua mau tunangan kan?” Adisty jadi ikut bingung melihat sikap mereka.

“hahahahahahahaha……….” Rara dan Bimo justru tertawa medengar kata-kata Adisty. Adisty merasa mereka berdua aneh.

“Rara bukan mau tunangan sama Aku, Ty.. Masa Rara tunangan sama sepupunya sendiri. Dia ini sepupu aku” Bimo menerangkannya dalam tertawa.

bersambung

0 komentar: