Penjajahan Berdalih Konflik



Judul Buku : Israel is Not Real; Negara Fiktif di Tanah Rampasan
Penulis : Anwar M. Aris
Penerbit : Rajut Publishing
Cetakan I : Februari 2009
Tebal : 217 Halaman
Harga : Rp 49.500

27 Desember 2008 kembali menjadi awal malapetakan bagi penduduk Gaza yang merupakan warga Palestina. Rudal jet-jet tempur F15, F16, helikopter Apache Amerika-Israel menghantam Gaza. Tank-tank Merkava menghaburkan pelurunya, menembaki ibu-ibu dan bocah Palestina yang mencari perlindungan.

Bagi Israel, Gaza adalah duri dalam daging. Bukan karna Hamas atau jihad Islam, tapi karena Gaza adalah tempat pembuangan para pemilik sah tanah Ashkelon, Sderot, dan daerah-daerah lain disekitarnya. Delapan puluh persen lebih dari 1,5 juta populasi Gaza adalah mereka—anak-anak, cucu-cucu, cicit-cicit—yang 61 tahun lalu tinggal di wilayah yang kini menjadi bagian Selatan Israel dan diusir secara paksa.

Serangan seperti itu sebenarnya bukan yang pertama kali dilakukan oleh Israel kepada bangsa Palestina. Sejak Israel diproklamasikan pada 14 Mei 1948 di Tel Aviv dan diakui eksistensinya oleh PBB, bencana terus menerus terjadi di bumi Palestina.

Awalnya, kaum Yahudi tidak memiliki negara, mereka tersebar di berbagai penjuru dunia. Namun, setelah peristiea Dreyfus tahun 1894, ekslusifitas (ketertutpan) kaum Yahudi membuat warga Jerman marah dan mengucilkan mereka. Karena itu Theodor Herlz memiliki ide untuk mendirikan negara sendiri yang kemudian ditulis dalam buku der Jucenstaat (Negara Yahudi). Herlz kemudian merumuskan zionisme yang memiliki peran besar dalam pembentukan negara Israel.

Sejak didirikan, luas wilayah Israel dari tahun ke tahun semakin meluas dengan mencaplok tanah-tanah bangsa Palestina, hingga kini hanya tersisa dua daratan, yaitu jalur Gaza dan Tepi Barat. Hal ini dilakukan oleh Israel dengan bantuan Inggris, Perancis, Amerika dan negara-negara sekutu lainnya. Selain itu, Israel melakukan agresi militer ke negara-negara Arab.

Kekejaman Israel bukan hanya baru terjadi pada Desember 2008 lalu. Israel sudah melakukan aksi brutalnya bahkan sejak awal pendirian negara Israel. Bila berkaca pada sejarah, kekejaman Israel dapat dilihat pada Tragedi Kanal Suez (1956), Pembantaian di Sungai Yodania (1964), Genosida Pengungsi Palestina di Es Samu Yordania (1966), Pencaplokan Dataran Tinggi Golan (1966), Perang Enam Hari dengan negara-negara Arab (1967), Perang Abu-Ageila (1967), Pembasmian Pengungsi Palestina di Lebanon Selatan (1982), Hujan Serpenel di Libanon Selatan (2006), dan yang pastinya masih segar dalam ingatan kita adalah serangan Israel ke Gaza pada 27 Desember lalu.

Tindakan-tindakan Israel membantai rakyat Palestina menuai kecaman dari berbagai penjuru dunia, termasuk dari golongan Yahudi sendiri yang juga menolak dibentuknya negara Israel. Zionist yang selama ini mengatasnamakan kaum Yahudi, sebenarnya tidak mendapat dukungan dari seluruh kaum Yahudi.

Israel menebarkan teror di bumi Palestina. Kapan harus dimulai dan kapan diakhiri seolah tersera kepada israel. Namun, karena di dukung oleh negara adikuasa seperti Amerika, maka tindakan Israel yang sebenarnya jelas-jelas melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) tersebut tidak mendapatkan sanksi apa-apa dari PBB. Dalam setiap perang yang dilakukan oleh Israel dengan Palestina dan negara-negara Arab lainnya, PBB selalu mengupayakan perundingan damai, bukan mengupayakan perdamaian itu sendiri.

Bukan hanya negara-negera seperti Amerika dan Inggris yang membantu Israel membantai rakyat Palestina. Negara-negara Arab, yaitu Mesir, Yordania, Arab Saudi juga memiliki andil besar dalam pembantaian ratusan ribu rakyat Palestina. Bahkan, ketika terjadi serangan Israel ke Gaza, Mesir menutup pintu gerbang Rafah yang merupakan satu-satunya “jalan keluar” bagi sisa warga Gaza untuk bisa mengungsi dan menyelamatkan diri dari rudal-rudal dan senjata pemusnah masal militer israel.

Padahal, ketika itu, rakyat Mesir dan hampir seluruh masyarakat seluruh dunia turun ke jalan neninta Hosni Mubarak, presiden Mesir membuka pintu gerbang Raffah. Tetapi Presiden Mesir itu malah memerintahkan agar pintu itu ditutup rapat dan diawasi secara ketat.

Selama ini Israel melalui berbagai media yang dikuasainya juga selalu membahasakan pembasmian bangsa Palestina dengan “konflik”, perampokan Tanah Suci digiring ke satu isu yaitu “perdamian”. Padahal, yang dilakukan oleh Israel kepada palestina sebenarnya adalah sebuah bentuk penjajahan.

Hizbullah dan Hamas yang sebenarnya berjuang untuk mewujudkan Palestina yang merdeka atas penjajahan Israel selama ini justru dianggap sebagai teroris. Namun, lama kelamaan masyarakat duniapun mengetahui kekejaman yang dilakukan oleh Israel atas Palestina selama ini.

Dalam buku ini, Anwar M. Aris selaku penulis menggunakan sudut pandang berdasarkan latar belakang agamanya yaitu agama Islam, tanpa mencoba melihat dari sudut pandang lain. Melihat sudut pandang penulis yang demikian, membuat buku ini cenderung memihak Palestina, Hizbullah, Hamas, dan menuding serta menjelekkan Israel. Buku ini kurang memberikan komparasi yang seimbang dari kedua pihak, yaitu Palestina dan Israel, karena mungkin sejak awal buku ini dibuat, guna membangun solidaritas terhadap Palestina.

Selama ini orang cenderung menyamakan Zionist dengan kaum Yahudi. Bahkan dalam buku Rahasia Bisnis Yahudi karya Anton A. Ramdhan, Yahudi dan zionist tidak dipisahkan. Namun, dalam buku ini, Anwar membedakan antara keduanya dengan menyontohkan golongan Yahudi yang menentang didirikannya negara Israel

Anwar memaparkan satu per satu kekejaman Israel terhadap bangsa Palestina. Selain itu, Anwar juga memaparkan awal mula pembentukan negara Israel. Bagaimana Israel terbentuk dari tanah rampasan, yaitu pencaplokan berbagai wilayah Palestina melalui pembataian terhadap rakyat Palestina.

Dalam buku ini, penulis mengutarakan tujuan utama Israel melakukan pembantaian tehadap rakyat Palestina. Penulis juga menyatakan bahwa yang terjadi antara Israel dan Palestina bukanlah konflik seperti yang didengung-dengungkan oleh berbagai media, tapi merupakan sebuah bentuk penjajahan Israel atas Palestina.

Buku ini disajikan dengan jelas karena selain berupa tulisan, terdapat juga gambar-gambar yang mendukung. Mulai dari peta hingga gambar-gambar korban Palestina.
Gaya tulisan yang disajikan penulis mengalir dan enak dibaca. Namun, terdapat beberapa kalimat yang ambigu sehingga pembaca harus membacanya beberapa kali untuk mengetahui maksud penulis.

Data yang disajikan dalam buku ini juga menurut saya kurang lengkap. Penulis sering menyertakan catatan kaki, namun, penjelasan catatan kaki ditaruh di halaman belakang, sehingga menyulitkan pembaca. Selain itu, catatan kaki kebanyakan hanya menerangkan sumber. Dalam catatan kaki, penulis seolah meminta pada pembaca untuk membaca sumber yang dicantumkannya.

Selain itu juga terdapat kesalahan dalam penulisan, seperti pada halaman 79 paragraf ke-3 baris ke-7, yaitu penulisan 4 hari hari. Kata hari diulang hingga dua kali. Pada halaman 96 paragraf pertama, ditulis 1 juta warga orang Palestina. Padahal, cukup ditulis dengan 1 juta warga Palestina, atau 1 juta orang Palestina.

Buku ini menyuguhkan gambaran penderitaan yang tidak juga kunjung usai diterima oleh rakyat Palestina. Untuk itu, penulis dalam buku ini berharap dapat menggalang kepedulian untuk Palestina dan menyuarakan kemerdekaan Palestina.

0 komentar: